
Baltimore, 10 Juli 2025 — Dunia medis kembali mencatat sejarah. Tim peneliti dari Johns Hopkins University berhasil mengembangkan robot bedah berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama SRT-H, yang untuk pertama kalinya mampu melakukan operasi pengangkatan kantung empedu secara mandiri — tanpa campur tangan manusia secara langsung.
Dalam simulasi yang dilakukan pada model tubuh manusia realistis (mannequin biomekanis dengan sistem peredaran darah tiruan), robot AI tersebut menyelesaikan prosedur dengan presisi tinggi, bahkan mampu merespons komplikasi dan perubahan kondisi secara adaptif. Proyek ini merupakan lompatan besar dalam bidang robotika medis dan menandai awal dari era AI-powered autonomous surgery.
Bukan Sekadar Lengan Robot — Ini Adalah ‘Otak Bedah Digital’
Berbeda dengan robot bedah sebelumnya seperti da Vinci Surgical System yang tetap dikendalikan dokter manusia, SRT-H mampu:
- Menganalisis hasil pencitraan medis (CT, MRI) secara real-time.
- Menggunakan visi komputer untuk mengenali jaringan dan organ.
- Melakukan keputusan bedah dengan dukungan algoritma machine learning.
- Mengintervensi apabila mendeteksi komplikasi seperti pendarahan atau pembengkakan.
Menurut Dr. Helen Murata, ketua tim riset, robot ini “tidak hanya meniru dokter, tapi belajar seperti dokter, dengan jutaan jam data bedah sebagai referensi.”
“Kami percaya teknologi ini akan menyelamatkan nyawa di tempat-tempat yang kekurangan dokter spesialis,” ujarnya.
Potensi dan Tantangan: Terobosan atau Ancaman?
Keberhasilan ini disambut antusias oleh banyak kalangan di dunia medis dan teknologi. Namun, di sisi lain, muncul pula kekhawatiran dari kelompok masyarakat dan etika medis.
Di Spanyol, misalnya, sejumlah organisasi pasien telah menyuarakan keprihatinan atas kemungkinan hilangnya kendali manusia dalam prosedur medis kritis. Kekhawatiran utama adalah:
- Siapa yang bertanggung jawab jika robot melakukan kesalahan?
- Bagaimana transparansi algoritma dipastikan?
- Apakah sistem AI mampu memahami nuansa empati atau intuisi manusia dalam operasi?
Manfaat Global: Dari Zona Perang hingga Klinik Desa
Jika dikembangkan lebih lanjut dan disertifikasi regulator, teknologi ini bisa:
- Mengisi kekurangan ahli bedah di wilayah terpencil dan negara berkembang.
- Digunakan di zona konflik atau bencana, di mana kehadiran tenaga medis sangat minim.
- Memberi alternatif untuk prosedur berisiko tinggi yang memerlukan presisi ekstrem.
SRT-H masih dalam tahap pengujian terbatas dan belum diizinkan untuk penggunaan komersial atau klinis. Namun, beberapa rumah sakit di AS, Jepang, dan UEA telah mendaftarkan minat untuk menjadi lokasi uji coba lanjutan.